BAB I
LATAR
BELAKANG MASALAH
Seiring dengan perkembangan Teknologi
Informasi dan Komunikasi (TIK) yang semakin pesat, kebutuhan akan suatu konsep
dan mekanisme belajar mengajar (pendidikan) berbasis TI menjadi tidak
terelakkan lagi. Konsep yang kemudian terkenal dengan sebutan e-learning ini
membawa pengaruh terjadinya proses transformasi pendidikan konvensional ke
dalam bentuk digital, baik secara isi (contents) dan sistemnya. Saat ini konsep
e-learning sudah banyak diterima oleh masyarakat dunia, terbukti dengan
maraknya implementasi e-learning khususnya di lembaga pendidikan (sekolah,
training dan universitas). Beberapa perguruan tinggi menyelenggarakan kegiatan
pembelajaran elektronik sebagai suplemen (tambahan) terhadap materi pelajaran
yang disajikan secara reguler di kelas (Wildavsky, 2001; Lewis, 2002). Namun,
beberapa perguruan tinggi lainnya menyelenggarakan e-learning sebagai
alternatif bagi mahasiswa yang karena satu dan lain hal berhalangan mengikuti
perkuliahan secara tatap muka. Dalam kaitan ini, e-learning berfungsi sebagai
option (pilihan) bagi mahasiswa.
Kecenderungan untuk mengembangkan
e-learning sebagai salah satu alternatif pembelajaran di berbagai lembaga
pendidikan dan pelatihan semakin meningkat sejalan dengan perkembangan di
bidang teknologi komunikasi dan informasi. Infrastruktur di bidang
telekomunikasi yang menunjang penyelenggaraan e-learning tidak lagi hanya
menjadi monopoli kota-kota besar, tetapi secara bertahap sudah mulai dapat
dinikmati oleh mereka yang berada di kota-kota di tingkat kabupaten. Artinya,
masyarakat yang berada di kabupaten telah dapat menggunakan fasilitas internet.
Pemanfaatan teknologi telekomunikasi
untuk kegiatan pembelajaran di perguruan tinggi di Indonesia semakin kondusif
dengan diterbitkannya Surat Keputusan Menteri Departemen Pendidikan Nasional
(SK Mendiknas) tahun 2001 yang mendorong perguruan tinggi konvensional untuk
menyelenggarakan pendidikan jarak jauh (dual mode). Dengan iklim yang kondusif
ini, beberapa perguruan tinggi telah melakukan berbagai persiapan, seperti
penugasan para dosen untuk (a) mengikuti pelatihan tentang pengembangan bahan
belajar elektronik, (b) mengidentifikasi berbagai platform pembelajaran
elektronik yang tersedia, dan (c) melakukan eksperimen tentang penggunaan
platform pembelajaran elektronik tertentu untuk menyajikan materi perkuliahan.
Dari sisnilah dalam makalah ini akan membahas mengenai pembelajaran berbasis
tegnologi yang meliputi latar belakang e-learning, efektivitas e-learning,
komponen-komponen e-learning hingga e-learning dalam STAIMAFA.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Latar belakang
E-Learning
Sedikit perlu
kita garis bawahi untuk terminologi distance
learning. Terminologi distance
learning ini sejak dulu sudah ada, hanya dulu distribusi bahan ajar
dan proses pembelajaran tidak menggunakan media elektronik, misalnya
universitas terbuka yang dulu mengirimkan module pembelajaran lewat pos. Hanya,
saat ini universitas yang menerapkan distance learning kebanyakan sudah
menggunakan media elektronik untuk mendistribusikan bahan ajar dan proses
belajar mengajar, dengan kata lain bisa saja distance
learning masuk ke definisi e-Learning untuk kondisi ini. Tapi tidak
menjadi masalah kalau open
university (universitas terbuka) yang ada di dunia ini
tetap menggunakan term distance
learning, karena mungkin sudah lebih lama dan terbiasa digunakan.
Yang pasti secara kohesi terminologi, distance learning akan dekat dengan
terminologi open university
dan synchronous learning.
A.
Komponen
E-learning
Menurut Anonim (2009) E-learning yang
terintegrasi/terbentuk mempunyai komponen-komponen berikut ini :
1. Infrastruktur e-Learning
Infrastruktur
e-Learning dapat berupa personal computer (PC), jaringan komputer, internet dan
perlengkapan multimedia. Termasuk didalamnya peralatan teleconference
apabila kita memberikan layanan synchronous learning melalui teleconference.
synchronous learning mengacu
pada sekelompok orang belajar hal yang sama pada saat yang sama di tempat yang
sama. Ini adalah jenis pedagogi dipraktekkan di sebagian besar sekolah dan
program sarjana, tapi tidak di program pascasarjana. Kuliah adalah contoh
pembelajaran sinkronisasi di lingkungan tatap muka dan dengan munculnya
alat-alat web conferencing, orang dapat belajar pada saat yang sama di
tempat yang berbeda juga. Sebagai contoh, penggunaan instant messaging
(pesan singkat) atau live chat
(obrol langsung), webinar (web-based
seminar) dan konferensi video
memungkinkan siswa dan guru untuk berkolaborasi dan belajar dalam real time
(waktu nyata).
2. Learning Management System/Sistem Belajar Manajemen (LMS)
LMS adalah Sistem
perangkat lunak yang mem-virtualisasi proses belajar mengajar konvensional.
Bagaimana manajemen kelas, pembuatan materi atau konten, forum diskusi, sistem
penilaian (rapor), sistem ujian online dan segala fitur yang berhubungan dengan
manajemen proses belajar mengajar. LMS merupakan platform (rencana kerja/progam)
untuk pengembangan e-learning, karena mempunyai banyak fungsi yang tidak
terbatas hanya pada distribusi materi pembelajaran, tetapi juga dalam hal
manajemen dan evaluasi hasil-hasil pembelajaran. LMS banyak yang berupa open
source (sumber terbuka), sehingga bisa kita manfaatkan dengan mudah dan
murah untuk dibangun di sekolah dan universitas kita.
Fitur LMS terdiri dari:
a. Manajemen siswa dan kompetensi.
b. Manajemen dan distribusi materi/content (isi).
c. Manajemen sumber daya (fasilitas, instruktur, dll).
d. Manajemen program.
e. Manajemen data.
f.
Anggaran.
3. Knowledge Management
System/Sistem Manajemen
Pengetahuan (KMS)
KMS
digunakan untuk merekam dan menyimpan knowledge (pengetahuan), baik
formal maupun berdasarkan pengalaman, kedalam bentuk digital untuk
memudahkan akses bagi para pengguna tergantung tingkat otorisasi masing-masing.
Fitur
KMS terdiri dari:
a. Data collection adalah kumpulan (gambar, benda
bersejarah, lukisan, dsb) yg sering dikaitkan dengan minat atau hobi objek (yg
lengkap); atau kumpulan yg berhubungan dengan studi penelitian.
b. Data digitalization adalah data yg berhubungan
dengan angka untuk sistem perhitungan tertentu.
c.
Indexing and knowledge sharing/ Pengindeksan dan berbagi pengetahuan
4. Learning Content
Management System/ Sistem
Belajar Manajemen Konten (LCMS)
LCMS
memungkinkan trainer/pelatih, dosen, dan instruktur untuk membuat dan
mengembangkan materi/e-learning content sendiri dengan mudah, walaupun
mereka tidak menguasai pemrogaman komputer.
Konten dan bahan
ajar ini bisa dalam bentuk Multimedia-based
Content (konten berbentuk multimedia interaktif) atau Text-based Content (konten
berbentuk teks seperti pada buku pelajaran biasa). Biasa disimpan dalam
Learning Management System (LMS) sehingga dapat dijalankan oleh siswa kapanpun
dan dimanapun. Depdiknas cukup aktif bergerak dengan membuat banyak kompetisi pembuatan multimedia pembelajaran. Pustekkom juga mengembangkan e-dukasi.net yang mem-free-kan multimedia
pembelajaran untuk SMP, SMA dan SMK. Ini langkah menarik untuk mempersiapkan
perkembangan e-Learning dari sisi konten.
Fitur LCMS terdiri dari:
a. Template outline (kerangka templat) kursus/mata
pelajaran/mata kuliyah
b. Manajemen gambar, animasi, dan konten
audio-video
c. Kustomisasi konten : kursus, test,
simulasi
d. Manajemen obyek pembelajaran
5. Electronic
Library/perpustakaan elektronik (E-Library)
E-Library merupakan layanan IT (Information
Technology) terintegrasi untuk manajemen perpustakaan digital (digital
library). LEN menyediakan e-library yang fleksibel dan customized/disesuaikan
sesuai kebutuhan pengguna.
6. Mobile
Learning/pembelajaran memakai ponsel.
Mobile learning menambah kegunaan sistem e-learning.
Mobile learning meliputi: konten, sarana pengembangan konten (mobile
learning author), dan ponsel pelacakan sistem (mobile device tracking system).
7. E-Content
Development/elektronik pengembangan materi (isi)
E-Content merupakan bagian penting dari
proses e-learning yang memainkan peranan utama. E-content memungkinkan pengguna
untuk mengembangkan konten yang secara visual menarik dan interaktif. Media
E-content dapat berupa format CD (stand alone) maupun format standar
e-content seperti SCROM and AICC.
B. Karakteristik E-learning
Adapun Karakteristik e-learning, antara
lain:
a.
Memanfaatkan jasa
teknologi elektronik (informasi dan komunikasi); di mana guru dan siswa, siswa
dan sesama siswa atau guru dan sesama guru dapat berkomunikasi dengan relatif
mudah dengan tanpa dibatasi oleh hal-hal yang protokoler. Teknologi yang digunakan dapat berupa
internet sehingga penyampaian pesan dan komunikasi antara pebelajar dengan
pebelajar, pebelajar dengan pembelajar, dan pembelajar dengan pembelajar dapat
dilakukan secara mudah dan cepat.
b.
Memanfaatkan
keunggulan komputer (digital media dan computer networks).
c.
Menggunakan bahan
pelajaran yang bersifat mandiri (self learning materials) disimpan di
komputer sehingga dapat diakses oleh guru dan siswa kapan saja dan di mana saja
bila yang bersangkutan memerlukannya. Dengan
menggunakan e-learning, pebelajar dituntut untuk melepaskan ketergantungannya
terhadap pembelajar karena pembelajaran tidak dilakukan secara langsung.
Dabbagh (2007) menjelaskan online learner harus memiliki kemampuan learn
how to learn, memiliki disiplin, mampu memonitor perkembangannya sendiri,
mampu memotivasi diri, dan mampu memanajemen diri. Intinya, dengan menggunakan
e-learning pebelajar dituntut untuk dapat mengorganisir dirinya sendiri dalam
belajar. Oleh karena itu pembelajar harus dapat mendesain e-learning yang dapat
memotivasi pebelajar. Menurut Allen (2007) memotivasi pebelajar dalam
e-learning dapat dilakukan melalui konteks, tantangan, aktivitas yang
bervariasi, dan umpan balik yang membangun.
d.
Memanfaatkan
jadwal pembelajaran, kurikulum, hasil kemajuan belajar dan hal-hal yang
berkaitan dengan administrasi pendidikan dapat dilihat setiap saat di komputer.
e.
Materi pembelajaran dapat disimpan di komputer.
f.
Memanfaatkan komputer untuk proses pembelajaran dan juga
mengetahui hasil kemajuan belajar, administrasi pendidikan, serta untuk
mengetahui informasi yang banyak dari berbagai sumber informasi.
Dari
beberapa karakteristik ini, diperoleh pengetahuan bahwa pengembangan ELearning
tidak semata-mata hanya menyajikan materi pelajaran secara online saja, namun
harus komunikatif dan menarik. Materi pelajaran didesain seolah siswa belajar
di hadapan guru melalui layar komputer yang dihubungkan melalui jaringan
internet. Untuk dapat menghasilkan E-Learning yang menarik dan diminati, Onno
W. Purbo (2002) mensyaratkan tiga hal yang wajib dipenuhi dalam merancang
E-Learning, yaitu “sederhana, personal, dan cepat”. Sistem yang sederhana akan
memudahkan siswa dalam memanfaatkan teknologi dan menu yang ada, dengan
kemudahan pada panel yang disediakan, akan mengurangi pengenalan sistem
E-Learning itu sendiri, sehingga waktu belajar siswa dapat diefisienkan untuk
proses belajar itu sendiri dan bukan pada belajar menggunakan sistem ELearning
nya.
Syarat
personal berarti pengajar dapat berinteraksi dengan baik seperti layaknya
seorang guru yang berkomunikasi dengan siswa di depan kelas. Dengan pendekatan
dan interaksi yang lebih personal, siswa diperhatikan kemajuannya, serta
dibantu segala persoalan yang dihadapinya. Hal ini akan membuat siswa betah
berlama-lama di depan layar komputernya.
Secara
ringkas, E-Learning perlu diciptakan seolah-olah peserta didik belajar secara
konvensional, hanya saja dipindahkan ke dalam sistem digital melalui internet.
Karena itu E-Learning perlu mengadaptasi unsur-unsur yang biasa dilakukan dalam
sistem pembelajaran konvensional. Misalnya dimulai dari perumusan tujuan yang
operasional dan dapat diukur, ada apersepsi atau pre tes, membangkitkan
motivasi, menggunakan bahasa yang komunikatif, uraian materi yang jelas.
Contoh-contoh konkrit, problem solving, tanya jawab, diskusi, post
test, sampai penugasan dan kegiatan tindak lanjutnya. Oleh karena itu
merancang E-Learning perlu melibatkan pihak pihak terkait, seperti pengajar,
ahli materi, ahli komunikasi, programmer dan ahli ahli lain yang terkait.
B.
Progam e-learning di
perguruan tinggi
C.
Efektivitas e- learning
Program e-learning yang efektif dimulai dengan perencanaan
dan terfokus pada kebutuhan bahan pelajaran dan kebutuhan mahasiswa. Teknologi
yang tepat hanya dapat diseleksi ketika elemen-elemen ini dimengerti secara
detil. Kenyataannya, kesuksesan program e-learning berhubungan dengan usaha
yang konsisten dan terintegrasi dari mahasiswa, fakultas, falilitator, staf
penunjang, dan administrator.
Sehubungan dengan konteks pendidikan, peran utama dari mahasiswa
adalah untuk belajar dengan sukses, merupakan tugas yang penting, sehingga
perlu didukung oleh keadaan lingkungan yang baik, membutuhkan motivasi,
perencanaan dan kemampuan untuk menganalisa dengan menggunakan instruksi atau
modul yang terbaik. Ketika instruksi disampaikan pada suatu jarak tertentu,
menghasilkan tantangan tambahan karena mahasiswa sering terpisah dari
kebersamaan latar belakang dan interes lainnya, mempunyai hanya sedikit
kesempatan untuk berinteraksi dengan dosen diluar kelas, dan harus bergantung
pada hubungan teknis untuk menjembatani gap pemisah mahasiswa di dalam kelas.
Lembaga/Universitas. Kesuksesan semua usaha e-learning
bergantung juga pada tanggung jawab lembaga/universitas. Fakultas bertanggung
jawab pada pemahaman materi dan pengembangan pemahaman tersebut sesuai dengan
kebutuhan para mahasiswa.
Fasilitator. Fakultas merasa lebih efisien bila berhubungan
dengan fasilitator setempat yang bertindak sebagai jembatan antara mahasiswa
dan fakultas. Supaya lebih efektif, seorang fasilitator harus mengerti
kebutuhan para mahasiswa yang dilayani dan harapan yang diinginkan fakultas.
Lebih penting lagi, fasilitator harus mengikuti arahan yang sudah ditentukan
oleh fakultas. Mereka perlu menyiapkan peralatan, mengumpulkan tugas para
mahasiswa, melakukan tes, dan bertindak sebagai instruktur setempat.
Staf Penunjang. Kebayakan kesuksesan program e-learning
berhubungan juga dengan penunjangan fungsi-fungsi pelayanan seperti registrasi
mahasiswa, perbanyakan dan penyampaian materi kuliah, pemesanan buku teks,
penjagaan copyright, penjadwalan, pemrosesan laporan, pengelolaan sumber daya
teknis, dll. Staf penunjang merupakan kebutuhan utama untuk menciptakan
keadaan, sehingga e-learning tetap pada jalur yang benar.
Administrator. Meskipun administrator biasanya ikut dalam
perencanaan suatu program e-learning, mereka sering kehilangan kontak dengan
manajer teknis ketika program sedang beroperasi. Administrator e-learning yang
efektif bukan hanya sekedar memberikan ide, tetapi perlu juga bekrjasama dan
membuat konsensus dengan para pembangun, pengambil keputusan, dan pengawas.
Mereka harus bekerja sama dengan personel teknis dan staf penunjang, meyakinkan
bahwa sumberdaya teknologi perlu dikembangkan secara efektif untuk keperluan
misi akademis kedepan. Lebih penting lagi bahwa didalam mengelola suatu
akademik perlu merealisasikan bahwa kebutuhan dan kesuksesan para mahasiswa
e-learning merupakan tanggung jawab utama.
D.
Komponen – komponen e-
learning
BAB
III
DAFTAR
PUSTAKA